Opiniku: Golput atau Nyoblos? Dilema tiap Pemilu

Posting Komentar

dampak golput

Rasanya seperti kemarin teman-teman saya sangat antusias menyambut pemilu. Sebab itu adalah pemilu pertama mereka sejak resmi memperoleh KTP. Namun, saya mah cuek saja. Saya tidak terlalu tertarik dengan segala hal yang berbau politik. Apalagi di kampung kami, money politic merupakan suatu hal yang lumrah.

Memangnya apa itu money politic? Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi, politik uang atau money politic adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih (voters) atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya. Intinya, politik uang adalah salah satu bentuk suap.

Di lingkungan rumah saya, orang tidak akan mau nyoblos kalau tidak diberi uang. Sementara saya juga tahu kalau politik uang ini merupakan cikal bakal pemimpin koruptor.

Bagaimana tidak korup kalau untuk menjadi pemimpin suatu wilayah atau duduk di kursi legislatif harus mengeluarkan uang miliaran bahkan triliunan untuk “mengajak” rakyat untuk memilih mereka? Meskipun mereka sudah bekerja keras mengabdi, jika rakyat hanya peduli soal amplop, para calon pemimpin ini juga jadi malas bersikap jujur kan? Untuk apa jujur kalau kejujuran mereka tidak lebih berharga dari uang 50 ribu? Sedangkan uang yang sudah dikeluarkan untuk “membujuk” rakyat itu harus balik modal. Kita semua tahu kalau nominal gaji pemimpin di negeri ini tidak terlalu fantastis. Satu-satunya cara adalah dengan korupsi.

dampak golput
sumber: freepik.com

Masalah korupsi dan politik uang di negeri ini sudah seperti lingkaran setan. Masalahnya tidak akan selesai jika hanya satu orang yang ingin berubah. Butuh peran semua orang untuk memutus lingkaran setan ini. Kalau menurut pandangan saya, masyarakat perlu berhenti lebih menghargai amplop daripada kinerja calon pemimpin. Namun, sebenarnya masalah sikap masyarakat ini jauh lebih kompleks dari yang kita kira.

Mungkin bagi saya, uang 50 ribu itu kecil. Namun, bagi orang lain, bisa jadi untuk mendapatkan nominal itu perlu kerja keras luar biasa sehingga mendapatkan selembar uang 50 ribu itu terasa seolah mendapatkan harta karun.

Waktu pemilu 2019 lalu, saya tidak antusias menyambutnya karena merasa muak dengan suasana politik negeri ini. Politik uang yang merajalela, media yang bias, buzzer bertebaran di sosial media, bahkan sampai menimbulkan pertikaian hanya karena mendukung capres cawapres yang berbeda.

Saya ragu. Pikir saya waktu itu, golput atau nyoblos? Pikiran saya begitu saja terus, berputar-putar. Toh hanya satu suara. Tidak akan berarti apa-apa jika dibandingkan dengan ratusan juta suara masyarakat Indonesia. Karena pemikiran ini, saya hanya memilih capres dan cawapres. Sisanya, saya asal saja memilihnya. Saya tidak mau repot-repot mencari tahu lebih dalam rekam jejak para calon perwakilan rakyat itu.

Saya sadar betul bahwa bukan hanya saya saja yang punya pemikiran seperti ini. Saya pikir jumlahnya juga pasti tidak akan banyak. Namun ternyata pemikiran saya salah besar. Dataindonesia.id melaporkan bahwa ada 34,75 juta orang yang punya pemikiran serupa dengan saya. Jumlah itu setara dengan 18,02% dari keseluruhan pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019 yang totalnya mencapai 192,77 juta orang. Jumlah ini patut diacungi jempol, sebab pada pemilu sebelumnya, jumlah orang yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golongan putih (golput) mencapai 58,61 juta orang.

Sekarang saya bukan remaja berseragam putih abu-abu lagi. Gelar mahasiswa sudah tersemat di bahu ini. Pandangan saya tentang politik sedikit banyak mulai berubah. Saya sadar bahwa alasan mayoritas orang memilih untuk tidak menggunakan hak suara mereka adalah karena mereka tidak punya informasi yang cukup tentang para calon pemimpin itu. Pada akhirnya mereka ragu. Jadi, kurang lebih pemikiran mereka seperti ini.

“Daripada sudah nyoblos tapi dikecewakan oleh kinerjanya, lebih baik saya tidak perlu nyoblos siapa pun. Seandainya kinerja para pemimpin itu mengecewakan, saya kan jadi tidak merasa dikecewakan apalagi disalahkan karena memilih pemimpin yang tidak baik.”

Untungnya sekarang saya akhirnya mengerti bahwa pemikiran seperti itu kurang tepat. Kenapa? Karena masa depan negara ini ditentukan oleh siapa pemimpinnya. Sementara siapa yang bisa duduk di singgasana para wakil rakyat itu adalah rakyat itu sendiri. Dengan tidak memilih, maka itu sama saja dengan memberi kesempatan pada orang lain untuk menentukan pilihan kita. Dengan memberi suara, maka kita juga ikut serta dalam menentukan masa depan bangsa.

Di samping itu, tingkat partisipasi rakyat dalam pemilu menunjukkan kualitas demokrasi suatu negara. Para pemimpin yang terpilih kemungkinan tidak mewakili keinginan dan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Hasilnya bisa saja tidak baik untuk masyarakat. Oleh karena itu, dengan memberikan suara, kita dapat memastikan bahwa pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kepentingan rakyat.

Dengan demikian, maka memilih untuk golput tidak akan membuat masa depan negeri ini menjadi lebih baik. Justru golput bisa memberi dampak negatif akan pemimpin yang terpilih tidak sesuai dengan keinginan dan kebutuhan rakyat. Sebelum menentukan pilihan, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan.

dampak golput
sumber: freepik.com

1.    Kenali Para Calon Memimpin

Kita bisa berusaha mengenal karakter para calon pemimpin dengan mencari tahu latar belakang mereka. Selain itu, rekam jejak, prestasi, dan pengalaman para calon pemimpin tersebut juga perlu dicari tahu dan ditelaah agar bisa tahu kualitas kinerja mereka.

2.    Ikuti Debat dan Diskusi

Informasi, pandangan, kepemimpinan, dan visi misi mereka bisa diketahui melalui debat dan diskusi. Pada acara seperti itu, kita bisa melihat kemampuan komunikasi para calon. Tidak hanya itu, kita bisa juga bisa melihat bagaimana para calon bersikap dalam menghadapi berbagai macam pertanyaan.

3.    Kritis

Tidak semua media bersikap objektif. Belum lagi opini yang digiring dan digoreng oleh para buzzer politik di media sosial. Oleh karena itu, jangan langsung percaya setiap informasi yang baru kita peroleh.  Cari sumber lain, lalu bandingkan. Dari situ kita bisa melihat informasi mana yang masuk akal dan faktual, dan informasi mana yang keliru.

Penutup

Demi mewujudkan Indonesia yang lebih baik di masa depan, perlu peran serta segenap rakyat Indonesia. Oleh karena itu, golput bukanlah solusi tepat untuk mendapatkan pemimpin yang baik. Sebaliknya, kita justru harus berperan aktif dalam menelaah calon pemimpin mana yang terbaik.

Jadi, golput atau nyoblos nih? Nyoblos lah, masa nggak!

 

 

 

 

 

Related Posts

Posting Komentar