![]() |
sumber: www.businessinsider.com (Karya Stuart Palley, Karhutla di California) |
Pemandangan mahasiswa berlalu lalang dengan payung merupakan pemandangan yang lazim dijumpai di Kampus Indralaya, Universitas Sriwijaya. Bahkan, laki-laki gagah pun sudah tidak kenal gengsi lagi memakai payung. Kenapa? Karena cuaca di Indralaya panas bedengkang, begitu kata orang Palembang. Saking panasnya sampai kulit terasa perih jika terpapar langsung oleh sinar matahari.
Hujan tak kunjung datang sejak bulan Agustus. Hujan baru turun di bulan Oktober. Itu pun hanya tiga kali hujan gerimis. Saya bahkan sudah dua kali pindah kos karena sumur di kos kering kerontang. Seumur hidup saya, baru kali ini saya harus banting tulang mengangkut air dari sumur timba milik tetangga demi air bersih. Bukankah tanah Sumatera masih banyak hutan? Seharusnya kekeringan mustahil terjadi di daerah yang memiliki banyak hutan sebagai kawasan resapan air.
Nasib Hutan dan Lahan Gambut di Ogan Ilir
Ternyata dugaan saya salah saudara-saudara. Hamparan hutan yang menjadi pemandangan setiap saya naik kereta dari Lubuk Linggau ke Palembang bukan jaminan bahwa seluruh wilayah Sumatera Selatan pasti masih punya banyak hutan. Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan melaporkan total luas hutan Kabupaten Ogan Ilir pada tahun 2020 hanya seluas 115 hektar. Dua tahun berikutnya, luasnya hanya tinggal 10,66 hektar.
Kondisi ini diperparah dengan kebakaran hutan dan lahan gambut yang masif. Sepanjang tahun 2023, Badan Penanggulanan Bencana Daerah (BPBD) mencatat ada 259 kali kejadian karhutla di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Total lahan yang terbakar lebih dari 1.088 hektar.
Ludesnya hutan di Ogan Ilir disebabkan oleh pembukaan lahan untuk kepentingan agrikultur seperti perkebunan sawit. Dilansir dari okezone.com, BPBD melaporkan bahwa 99 dari 100 kasus karhutla di Ogan Ilir adalah ulah manusia. Padahal, keberadaan hutan dan lahan gambut sangat penting bagi keseimbangan ekosistem dan kelangsungan hidup manusia.
Dilansir dari earthday.org, deforestasi akan mengganggu siklus air. Akar-akar pohon bertindak sebagai penyimpan cadangan air sementara. Deforestasi akan melenyapkan cadangan air ini. Akibatnya, air hujan tidak bisa disimpan oleh pohon ketika hujan, meningkat risiko banjir dan erosi. Selain itu, tiadanya hutan akan mengurangi cadangan air tanah ketika kemarau panjang sehingga terjadi kekeringan seperti yang telah dialami warga di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Cuaca Panas Bedengkang, Apa Penyebabnya?
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengakui bahwa suhu di Indonesia melonjak drastis pada tahun 2023, di mana suhu udara naik 0,4 derajat Celcius hanya dalam satu tahun. Padahal, normalnya suhu hanya naik 0,3 derajat dalam 10 tahun. Bahkan, suhu tertinggi pernah mencapai 39,1 derajat Celcius di Kota Majalengka, Jawa Barat.
Hampir semua portal berita menyatakan bahwa suhu ekstrim yang terjadi di seluruh dunia merupakan akibat dari fenomena El Nino. BMKG menjelaskan bahwa El Nino merupakan suatu fenomena di mana suhu permukaan laut di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah (suhu tinggi). Singkatnya, El Nino membuat suhu bumi lebih panas. Namun, penelitian Thirumalai dkk menyatakan bahwa pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar.
Thirumalai dkk mengemukakan bahwa El Nino memang terjadi pada dua dari sembilan rekor tahun terpanas selama sepuluh tahun terakhir. Namun, sisa tujuh tahun terpanas lainnya murni karena pemanasan global. Artinya, bumi memang sudah panas, meskipun keberadaan El Nino memang memperparah kondisi tersebut. Berikut ini perkembangan suhu rata-rata bumi sejak revolusi industri.
![]() |
sumber: NOAA Climate.gov |
National Oceanic Atmospheric Administration (OAA) mencatat perkembangan suhu rata-rata bumi sejak revolusi industri. Tren suhu bumi terus melonjak. Ilmuwan menyatakan bahwa kemungkinan 95% penyebab dari kenaikan suhu ini adalah aktivitas manusia.
Aktivitas Manusia Membawa Petaka
Sejak revolusi industri, penggunaan bahan bakar fosil untuk keperluan industri, rumah tangga, dan transportasi terus meningkat. Dilansir dari CNBC Indonesia, Climate Watch melaporkan bahwa penyumbang emisi terbesar global adalah sektor pengadaan listrik dan energi. Sektor ini menyumbang 71,5% dari total emisi global.
Indonesia menduduki posisi ke-9 negara penghasil emisi terbesar di dunia berdasarkan laporan dari Ember Climate berjudul Global Electricity Review 2023. Laporan dari Climate Transparency mencatat bahwa sektor pengadaan listrik menyumbang emisi CO2 terbesar, yakni 43%. Lalu diikuti oleh sektor transportasi 25% dan sektor industri 23%
Bagaimana Perubahan Iklim Terjadi?
Dampak Perubahan Iklim
1. Cuaca Ekstrem dan Bencana Alam
Naiknya suhu bumi menyebabkan cuaca menjadi tak menentu dan jauh lebih intens dari biasanya. Berbagai bencana alam seperti gelombang panas, banjir, tornado, dan suhu dingin ekstrim menerpa berbagai negara di dunia. Bahkan, banyak nyawa terancam cuaca ekstrim dan bencana alam ini.
2. Krisis Pangan
Makanan pokok manusia sangat bergantung pada hasil pertanian. Padahal, sektor pertanian sangat bergantung pada cuaca dan temperatur. Penelitian Hidayati dan Suryanto (2015) membuktikan bahwa setiap satu persen lahan yang terdampak kekeringan, maka akan menurunkan produksi pada hingga 20%. Selain itu, hasil observasi Aulia dan Hidayatullah (2019) juga menunjukkan bahwa risiko gagal panen meningkat drastis jika lahan tanam mengalami kekeringan atau kebanjiran.
Isu ini hampir terjadi pada masyarakat Indonesia tahun ini, di mana dikutip dari Narasi Newsroom, Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa ada 338 kabupaten/kota menderita gagal panen. Akibatnya, persediaan beras di bulog berkurang tetapi konsumsi beras bertambah. Akibatnya harga beras meroket drastik selama beberapa bulan terakhir. Pihak yang paling dirugikan ketika harga makanan pokok naik adalah masyarakat menengah ke bawah. Mereka terancam tidak mampu membeli beras, hingga pada akhirnya menimbulkan masalah baru, yakni kelaparan dan malnutrisi.
3. Migrasi Paksa
Perubahan iklim menyebabkan cuaca tidak menentu. Bencana di mana-mana. Kekeringan memicu masyarakat untuk pindah ke tempat baru yang mata airnya masih mengalir. Sebaliknya, masyarakat yang terdampak banjir juga perlu mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
4. Konflik Sosial
Migrasi paksa yang disebutkan sebelumnya akan memicu masalah baru, yakni peningkatan populasi di wilayah tujuan para pengungsi. Akibatnya, terjadi persaingan demi memperebutkan sumber daya yang terbatas, baik itu air maupun bahan pangan. Pada akhirnya, kompetisi tersebut dapat berujung pada kerusuhan bahkan perang.
5. Risiko Ekonomi
Levy (2015) menyebutkan bahwa perekonomian negara berkembang jauh lebih rentan terhadap perubahan iklim dari pada negara maju. Hal ini terjadi karena negara berkembang sangat bergantung pada sektor agrikultur, sumber daya alam, dan sektor-sektor yang aktivitasnya di luar ruangan. Banyak pekerja yang tidak bisa bekerja karena suhu panas ekstrim dan curah hujan tinggi. Akibatnya roda perekonomian melemah karena proses produksi terganggu.
Tindakan untuk Mencegah Perubahan Iklim
![]() |
sumber: www.sciencenews.org (Paris Agreement, 2021) |
Peningkatan suhu bumi dalam waktu singkat akan menimbulkan bencana besar bagi umat manusia. Oleh karena itu, seluruh negara-negara di dunia berkumpul demi mendiskusikan solusi dari masalah ini. Akhirnya, Paris Agreement berhasil disepakati pada tahun 2015.
Negara-negara di dunia menargetkan kenaikan maksimal 2 derajat Celcius pada tahun 2100 dan maksimal 1,5 derajat Celcius pada 2030. Target ini tidak dapat dicapai tanpa usaha bersama seluruh negara di dunia. Oleh karena itu, tiap negara membuat komitmen berupa Nationally Determined Contributions (NDC). Isinya berupa target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada 2030. Indonesia menetapkan target 29% sampai 41% penurunan emisi GRK pada tahun 2030.
Mengingat bahwa keluaran emisi GRK terbesar di Indonesia berasal dari sektor energi, maka pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional. Dalam kebijakan ini dicanangkan bauran energi terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025. Oleh karena itu, pemerintah sedang gencar membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) demi mencapai target ini.
Selain kebijakan di sektor energi, pemerintah juga berupaya membujuk masyarakat untuk menggunakan kendaraan listrik dan meninggalkan kendaraan berbahan bakar fosil. Upaya tersebut antara lain dengan menawarkan harga kendaraan yang terjangkau, pajak rendah, dan membangun stasiun isi ulang.
Fakta Tak Sesuai Realita
Sayangnya, masyarakat masih menilai pemerintah kurang ambisius mencapai target emisi GRK turun 29%. Hal ini tercermin dari fakta lapangan yang menyatakan sebaliknya, di mana Katadata melaporkan bahwa kapasitas Pembangkit Listrik PLN di Indonesia masih didominasi Pembangkit Listrik berbahan bakar fosil. Setelah dihitung, ternyata hanya ada 1 dari 10 pembangkit listrik di Indonesia yang merupakan pembangkit listrik energi terbarukan.
Selain itu, karhutla sepanjang tahun 2023 ini juga masih masif. Dari sekian banyak kasus karhutla di Indonesia, sampai saat ini tidak ada kejelasan dari kasus-kasus tersebut. Entah siapa pelakunya, apa sanksinya, tak ada sama sekali. Padahal, karhutla juga menyumbang emisi yang besar ke udara. Bahkan, emisi dari karhutla dari Januari-Agustus 2023 mencapai 32,9 juta ton ekuivalen karbon dioksida (CO2e). Banyak juga masyarakat yang terjangkit ISPA, tetapi pemerintah seakan tak peduli.
Inisiatif pemerintah untuk mengurangi emisi GRK di sektor transportasi sebenarnya disambut dengan antusias oleh masyarakat. Namun, pemerintah masih punya banyak pekerjaan rumah terkait kebijakan kendaraan listrik ini. Sebab, kebijakannya dinilai hanya menguntungkan golongan tertentu. Terlebih lagi, keberadaan jumlah stasiun pengisian baterai yang masih terbatas membuat masyarakat enggan membeli kendaraan listrik meskipun diimingi pajak rendah.
Solusi Perubahan Iklim
sumber: www.freepik.com |
Perubahan iklim memang tidak bisa dihindari. Namun, tingkat keparahannya masih bisa dikurangi jika semua pihak bersedia #BersamaBergerakBerdaya untuk mengatasi perubahan iklim dan melindungi hutan.
Pemerintah
Pihak yang memiliki kekuatan terbesar di sini adalah pemerintah. Jadi perannya sangat dibutuhkan dalam mengatasi perubahan iklim. Beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah:
- Penerapan regulasi dengan transparan
- Pengawasan ketat jalannya program
- Sanksi tegas pelaku pelanggaran undang-undang
- Belajar dari negara lain, contohnya Perancis. Negara ini menggunakan nuklir untuk membangkitkan listrik. Harganya justru lebih murah dan efisien dibanding energi terbarukan lain
Masyarakat
Walau banyak hal besar yang memerlukan keputusan pemerintah, tetapi bukan berarti kita sebagai masyarakat tidak punya hal yang bisa kita lakukan #UntukmuBumiku. Kita bisa melakukannya dengan hal-hal kecil seperti:
- Mendukung gerakan pelestarian lingkungan
- Menggunakan transportasi umum
- Utamakan berpergian dengan jalan kaki jika jaraknya kurang dari satu kilometer
- Daur ulang
- Kurangi penggunaan plastik
- Hemat air
Harapan Anak Muda terhadap Pencegahan Perubahan Iklim
Jika melihat kembali dampak perubahan iklim di atas, saya tidak bisa membayangkan kehidupan anak cucu saya nanti jika orang-orang di generasi ini gagal menghambat laju perubahan iklim. Oleh karena itu, kita semua para #MudaMudiBumi harus bersatu layaknya para muda mudi pelopor Sumpah Pemuda. Walau sudah hampir seabad, tetapi persatuan dan dampak gerakan para muda mudi di peristiwa Sumpah Pemuda masih terasa sampai saat ini.
Mari kita #TeamUpForImpact untuk melindungi hutan dan menghambat perubahan iklim!
Ini harapan dan mimpiku untuk bumi yang lebih baik di masa depan. Yuk share mimpi kamu terhadap penanganan isu perubahan iklim dan perlindungan hutan!
Referensi
1. https://youtu.be/p0-Ft02LnBc?si=Jo40oaBpo73-ep_p
2. Thirumalai, K., DiNezio, P., Okumura, Y. et al. Extreme temperatures in Southeast Asia caused by El Niño and worsened by global warming. Nat Commun 8, 15531 (2017). https://doi.org/10.1038/ncomms15531
3. https://www.climate.gov/news-features/understanding-climate/climate-change-global-temperature
4. Hidayati, I. N., & Suryanto, S. (2015). Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Produksi Pertanian Dan Strategi Adaptasi Pada Lahan Rawan Kekeringan. Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan., 16(1), 42–52. https://doi.org/10.18196/jesp.16.1.1217
5. Hidayatullah, M. L., & Aulia, B. U. (2020). Identifikasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Pertanian Tanaman Padi di Kabupaten Jember. Jurnal Teknik ITS, 8(2). https://doi.org/10.12962/j23373539.v8i2.49241
6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2017 Tentang Rencana Umum Energi Nasional
7. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/06/13/kapasitas-pembangkit-listrik-pln-tahun-2022-mayoritas-dari-pltu
8. https://indonesia.un.org/id/172909-apa-itu-perubahan-iklim
9. https://www.cnbcindonesia.com/research/20230525072754-128-440369/termasuk-indonesia-ini-negara-penyumbang-polusi-terbesar
Kalau bisa sih kita mulai dari diri sendiri dulu ya kak. Mulai melakukan sesuatu yang dapat melestarikan lingkungan, seperti mengurangi penggunaan sampah plastik
BalasHapusSebagai masyarakat memang harus banget mendukung pemerintah dalam kampanye perlindungan hutan sebagai antisipasi perubahan iklim, tetapi jangan lupa untuk memulainya dari diri kita sendiri semampu dan semaksimal yang dapat kita lakukan di lingkungan sekitar kita
BalasHapusPerlu kerjasama banyak pihak ya Kak untuk mengatasi perubahan iklim ini, minimal mulai dari diri sendiri, walaupun tidak mudah, mulai dari hal sederhana yang kita bisa dan konsisten
BalasHapusInsyaAllaah akan selalu ada harapan ya kak kalo dilakukan secara bersama-sama dan masif. Bismillah bisa lah ya!
BalasHapusHutan harus dijaga kelestariannya . Lingkungam yang tidak terjaga sedikit banyak akan mempengaruhi oerubahan iklim
BalasHapusSemoga ya, target menekan kenaikan suhu di batas 1,5 derajat bisa terwujud. Minimal sebagai generasi muda, sudah ikutan berjuang dalam isu lingkungan
BalasHapusSepertinya agak mengerikan kalau sampai terjadi perubahan iklim ya mba. Minimal kita harus mulai dari yg kecil kecil sprti jalan kaki, menggunakan Tote bag, mengurangi plastik. semangat kita bisa
BalasHapusLihat iklim sekarang tuh suka sedih, nanti anak sama cucu serta generasi selanjutnya, apakah masih bisa menikmati udara yang sehat bagi tubuh huhuhu
BalasHapussejauh ini cara yang udah kulakukan untuk mengatasi perubahan iklim adalah dengan menggunakan transportasi umum dan jalan kaki jika jaraknya kurang dari satu kilometer.. meski kecil tp semoga bisa berdampak..
BalasHapusDi sini peran pemerintah sangat penting dan dibutuhkan solusi yang tepat dalam mengatasi perubahan iklim di daerah yang terdampak.
BalasHapuskadng kalau pengin kasar pengin banget bilang pemerintah itu lebih senang dengan duit. Saya yakin hutan yang semakin menyempit kebanyakan karena pembukaan lahan sawit dan perumahan. semoga pemerintah semakin lebih peduli
BalasHapus