Di tempat tinggal saya saat ini,
Kabupaten Ogan Ilir, cuacanya terik sekali kalau siang hari. Saking panasnya
sampai-sampai pemandangan laki-laki berjalan kaki dengan payung di kampus menjadi
suatu hal yang lumrah.
Sejak bulan Agustus, tidak ada
satu tetes pun air hujan turun di sini. Kalau cuaca mendung, jangan senang
dulu. Bisa jadi yang membuat cuaca mendung bukanlah awan cumulus nimbus, melainkan kabut asap karena kebakaran lahan gambut.
Bahkan, ada beberapa titik di Ogan Ilir ini yang mengalami kekeringan.
Kenapa ini bisa terjadi? El Nino.
Selama ini media selalu menyalahkan fenomena El Nino sebagai biang keladi dari
kekeringan yang melanda Indonesia. Namun, benarkah demikian?
Peningkatan Suhu Bumi
Dilansari dari BBC, pada tahun 2020,
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) telah memperkirakan kemungkinan dunia
menembus ambang batas 1,5 C dalam satu tahun. Pada tahun tersebut, mereka
mengestimasi bahwa peluang suhu rata-rata bumi melampaui ambang 1,5 C kurang
dari 20 persen. Namun, tahun ini mereka mengumumkan bahwa peluangnya meningkat
pesat menjadi 66 persen.
Ah, suhu bumi hanya meningkat 1,5
C. Apakah sepenting itu?
1,5 C merupakan indikator
seberapa jauh suhu bumi telah meningkat atau menurun jika dibandingkan dengan
suhu rata-rata global jangka panjang. Tolak ukur yang digunakan oleh para
peneliti ialah suhu rata-rata bumi pada periode 1850-1900. Suhu bumi pada
periode ini dipilih karena pada saat itu, bumi belum mengalami revolusi
industri.
Para peneliti meyakini bahwa ambang
batas peningkatan suhu bumi dianggap berbahaya jika sudah melampaui 2 C. Namun,
ambang batas tersebut segera direvisi pada tahun 2018 menjadi 1,5 C. Jika suhu
bumi meningkat lebih dari ini, maka akan memicu terjadinya bencana bagi dunia.
Fenomena La Nina dan El Nino merupakan siklus alami yang terjadi secara berkala. Namun, El Nino yang terjadi tahun ini diperkirakan akan semakin memperparah peningkatan suhu dunia.
Pemanasan Global
Meskipun El Nino ikut andil dalam
memperparah peningkatan suhu bumi, tetapi perlu diketahui bahwa suhu bumi
memang terus memanas sejak revolusi industri. Jadi kondisi bumi yang memang
sudah hangat, ditambah lagi dengan panas ekstra yang dibawa El Nino, sehingga
meningkatkan kemungkinan ambang 1,5 C bisa terlampaui lebih cepat dari
perkiraan.
Pemanasan Global merupakan suatu
fenomena perubahan iklim drastis akibat kenaikan suhu rata-rata pada atmosfer,
laut, dan daratan. Kondisi ini bisa membuat lapisan ozon kian menipis.
Menurut para ilmuwan, penyebab
utama dari pemanasan global ialah efek rumah kaca (ERK). Sebenarnya, pemanasan
global merupakan kondisi yang alami. Namun, aktivitas manusia menyebakan
terjaidnya peningkatan konsentrasi berbagai gas penyebab pemanasan global,
khususnya karbon dioksida (CO2).
Aktivitas Manusia yang Memicu Pemanasan Global
1.
Penebangan Hutan
Keberadaan hutan sangat penting bagi bumi. Hal ini dikarena pohon-pohon dapat bertindak sebagai penyeimbang efek rumah kaca dengan menyerap karbon dioksida. Jika CO2 berhasil diserap pepohonan, maka volumen gas yang terlepas ke atmosfer juga dapat berkurang. Namun, penebangan hutan menyebabkan penyerap CO2 berkurang sehingga meningkatkan volume gas yang terperangkap di atmosfer. Pada akhirnya, penebangan hutan menyebabkan pemanasan global lebih cepat terjadi.
2.
Emisi Gas Bahan Bakar Kendaraan
Gas hasil pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor dapat menyebabkan berbagai macam gas berbahaya ke atmosfer. Ada banyak jenis gas polutan yang dihasilkan dari proses pembakaran, tetapi kemampuannya dalam mengikat panas berbeda-beda. Contohnya, metana memang tidak dapat bertahan lama di udara. Namun, kemampuan mengikat panasnya sampai 84 kali lebih cepat daripada gas karbon dioksida.
3.
Limbah Industri
Penyebab pemanasan global ketiga terbesar di dunia ialah gas limbah industri. Pembuatan setiap ton plastik PET dapat menghasilkan sekitar 3 ton gas karbondioksida.
4.
Limbah Pertanian dan Peternakan
Gas dinitrogen oksida (N2O) yang dihasilkan dari pupuk kompos ikut memepaskan emisi gas berbahaya ke atmosfer. Sekiat 10 persen dari total volume emisi gas rumah kaca yang dihasilkan pada tahun 2019 berasal dari limbah industri agrikultur.
5. Penggunaan Listrik
Listrik yang kita gunakan sehari-hari itu bersumber
dari pembakaran bahan kabar fosil. Sejauh ini, penghasil emisi gas rumah kaca
terbesar kedua setelah industri pabrik ialah pembangkit listrik tenaga minyak
bumi, batu bara, dan gas alam.
2 miliar ton limbah karbon dioksida (CO2) dihasilkan
dari pembakaran batu bara untuk pembangkit listrik di Amerika Serikat setiap
tahunnya. Selain itu, pemborosan pemakaian listrik dapat menumbang hingga 25
persen dari total emosi gas rumah kaca pada tahun 2019.
Kebiasaan Sehari-hari untuk Mengurangi Pemanasan Global
Banyak orang yang beranggapan bahwa
mengubah kebiasaan demi mengurangi pemanasan global itu sia-sia. Namun, jika
kebiasaan ini dilakukan oleh satu orang kemudian menyebar ke orang lain, maka
tidak menutup kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut akan terus menyebar. Pada
akhirnya, kebiasaan untuk mengurangi pemanasan global akan menyebar luas dan
memberi dampak yang signifikan untuk memulihkan bumi kita.
Apa saja kebiasaan yang bisa kita
terapkan untuk mengurangi pemanasaan global?
1.
Menghemat listrik dengan mencabut peralatan
listrik yang sudah tidak digunakan lagi
2.
Utamakan aktivitas pemberkasan online untuk
mengurangi pemakaian kertas
3.
Hemat air
4.
Mengomposkan sisa makanan
5.
Mendaur ulang sampah plastik, kertas, kaca, dan
aluminium
6.
Mengurangi penggunaan kemasan plastik dengan
cara membawa wadah sendiri ketika berbelanja
7.
Menggunakan peralatan yang hemat energi
8. Biasakan naik angkutan umum, bersepeda, atau
berjalan kaki. Kurangi penggunakan kendaraan bermotor
9.
Bijak dalam menggunakan AC
Penutup
Demikian kebiasaan untuk
mengurangi pemanasan global yang dapat kamu terapkan sehari-hari. Jika bukan
manusia yang peduli pada bumi kita, siapa lagi? Mari mulai menerapkan kebiasaan
untuk mengurangi pemanasan global.
Posting Komentar
Posting Komentar